Lampung dan Buku di antara Kepungan Sosial Media



Baca yuk. Setidaknya selogan “baca yuk” bisa mengingatkan kita kembali, bahwa membaca itu baik. Membaca itu gaul. Dan membaca itu keren. Produk membaca yang mulai tergerus karena arus kencang sosial media yang begitu besar melanda anak muda Lampung. Hits dan bahasa kekinian, kini juga telah meracuni mental membaca, sehingga merubah pola pikir yang lebih sekuler. Jika didiamkan ini akan semakin mengerikan.

Arus kencang sosial media seharusnya digunakan untuk lebih mendukung tentang potensi kedaerahan dan pertumbuhan minat baca yang positif. Seandainya, Lampung dan Buku seperti satu paket yang tak bisa dipisahkan. Maka banyak sekali yang bisa dibaca, ditulis, dan diceritakan dalam sekala positif terhadap daerah yang bertajuk “Sai Bumi Ruwa Jurai.”


Sudah seharusnya, geliat membaca juga menjadi kebutuhan hidup. Dipungkiri atau tidak, pengetahuan yang diperoleh manusia itu tidak hanya dari apa yang didengar dan dilihat, tetapi apa yang dibaca. Apalagi aktifitas sastra di Provinsi Lampung juga sudah seperti turun menerus, selalu beregenerasi dan selalu bereksistensi.

Sehingga tidaklah afdol, jika dalam geliat maraknya anak muda yang memanfaatkan sosial media sebagai media bercengkrama bersama sanak famili, maupun kekasih, tetapi melupakan dan mengasingkan sumber yang penting yakni buku.

Setidaknya kita bisa menyeimbangkan, atau menyelaraskan, bahkan mengkomposisikan dengan baik. Sehingga dengan tumbuh pesatnya perkembangan zaman juga tak menggerus semangat membangun Lampung yang lebih baik dan juga memperdalam pengetahuan dari banyak sumber melalui buku-buku.

Di Provinsi Lampung sendiri, kebutuhan akan pustakawan terus meningkat. Baik di kabupaten/kota, maupun di provinsi. Namun, kesediaan pustakawan masih sangat terbatas. Padahal dalam dunia perpustakaan pustakawan adalah seseorang yang mampu berperan sebagai manajer yang menjalankan fungsi manajemen dalam mengelola perpustakaan. Hal ini juga selaras dengan harapan akses memperoleh buku sebanding dengan akses mudahnya menggunakan sosial media. Demikian, pusat-pusat buku yang sudah disediakan oleh pemerintah bisa senyaman berselencar di sosial media, dan memperoleh informasi yang lengkap dan cepat.

Untuk itu, saya yakin dan percaya pemerintah di republik ini, dan didukung oleh pemerintah daerah akan melakukan pengembangan dalam memberikan kenyamanan, kelengkapan informasi yang bisa diakses dengan cepat, yakni dengan memperbanyak koleksi digital ke tahap pengembangan jejaring perpustakaan digita; untuk pemanfaatan bersama sumber informasi.

Maka dari itu, salah satu prasyarat yang harus dipenuhi dalam proses pengembangan jejaring perpustakaan digital, yakni dengan adanya ekosistem multi-stakeholders. Hal tersebut juga merupakan suatu ekosistem dalam perpustakaan digital yang saling menghidupi antarkomponen yang berkepentingan dengan penciptaan, pengumpulan, pengelolaan dan pemanfaatan khasanan intelektual bangsa yang meliputi perpustakaan, museum, arsip, lembaga penelitian, lembaga pendidikan, media massa, industri penerbitan dan rekaman, komunitas dan swasta.

Dengan demikian memang, tidak bisa lagi dipisahkan antara sosial media dengan pembangunan bangsa. Untuk itu, para pelaku sosial media pun dituntut untuk arif dan bijaksana dalam menggunakan. Jangan keluar dari kaidah yang akhirnya merusak generasi. Karena ini bukan tanggungjawab orang per orang, meski pada dasarnya ini dosa perseorangan. Namun, setidaknya permasalahan bangsa ini adalah permasalahan bersama. Membangun bangsa ini, membangun provinsi Lampung tidak hanya dilakukan perseorangan, tapi butuh dukungan semua pihak.

Lampung juga punya banyak potensi tentang perkebunan, pertanian, hingga wisata. Setidaknya kita sebagai pelaku sosial media juga bisa memberikan informasi yang bijak dan baik untuk dibaca semua orang. Termasuk, hingga mendatangkan investor dan wisatawan dari mancanegara. Lampung itu indah. Untuk itu, sosial media gunakan dengan bijak, agar kedepan sosial media seperti buku yang baik dalam menyampaikan informasinya.

Artikel ini ditulis oleh Yoga Pratama dalam catatannya sebagai pembicara “Talk Show Interaktif – Lampung dan Sosial Media” Dalam Pekan Semarak Asean (FISIP UNILA).

Yoga Pratama adalah soerang mahasiswa semester akhir yang mencoba peruntungan di dunia kepenulisan. Dan kini ia punya beberapa blog yang mencatat bebeperapa pemikiran dan aktifitasnya, silakan kli www.menulisindonesia.com dan www.jomblotravelers.com dan www.menulissederhana.wordpress.com atau ke twitter di @goy_begalcinta, ig @yoga_pratama_goy dan ke fb di pratamayoga88@yahoo.co.id. Pembaca juga bisa secara pribadi menghubungi ke wa 085268790024.



Posting Komentar untuk "Lampung dan Buku di antara Kepungan Sosial Media"